(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Bahwa manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apa pun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berati bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sejalan dengan pandangan diatas, pancasila sebagai dasar negara mengandung bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek idividualitas (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu kebebasan setiap manusia dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi dalam tataran manapun. Terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, negara dan bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan pendudukya tanpa diskriminasi.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutaman dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak asasi pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Sejarah bangsa indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidan adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, bahasa, budaya, agama, golongn, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) mauuupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights). Pada hakekatnya selama lebih lima puluh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusiamasih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, pemerkosaan dan penghilangan paksa, bahkan pembunuhan, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan pemuka agama beserta keluargannya. Selain itu, terjadi juga penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat negara yang harusnya menjadi penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menaniaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa.
Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakya Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan Seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh rakyat, serta segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping kedua sumber hukum diatas, peraturan mengenai hak asasi manusia sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk undang-undang yang mengesahkan berbagai konvensi internasional, mengenai hak asasi manusia. Namun untuk memayungi peraturan perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.
Dasar pemikiran pembentukan undang-undang ini adalah sebagai berikut:
a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dan segala isinya.
b. Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya;
c. Untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan matabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
d. Karena manusia merupakan mahluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;
e. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapa pun dan dalam keadaan apa pun;
f. Setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar;
g. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.
Dalam Undang-undang ini, peraturan mengenai hak asasi manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Hak-Hak Anak, dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang ini secara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup dan untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan beragama. Selain mengatur hak asasi manusia, diatur pula mengenai keajiban dasar, serta tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam penegakan hak asasi manusia.
Disamping itu, Undang-undang ini mengatur mengenai Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai lembaga mandiri yang mempunyai fungsi,tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan penelitian, pengkajian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsungatas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sembiring, Sentosa. “Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Hak Asasi Manusia”, CV. Nuansa Aulia: 2006.
Senin, 01 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mksh bnyak mas
BalasHapusHabibullah Al Faruq berkata, kebetulan saya lagi cari yg ayat 1 dan ketemu, mksh ya mas
BalasHapus