Senin, 01 Maret 2010

UUD 1945 Pasal 28 J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Bahwa manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apa pun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berati bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sejalan dengan pandangan diatas, pancasila sebagai dasar negara mengandung bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek idividualitas (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu kebebasan setiap manusia dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi dalam tataran manapun. Terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, negara dan bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan pendudukya tanpa diskriminasi.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutaman dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak asasi pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Sejarah bangsa indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidan adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, bahasa, budaya, agama, golongn, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) mauuupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights). Pada hakekatnya selama lebih lima puluh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusiamasih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, pemerkosaan dan penghilangan paksa, bahkan pembunuhan, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan pemuka agama beserta keluargannya. Selain itu, terjadi juga penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat negara yang harusnya menjadi penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menaniaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa.
Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakya Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan Seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh rakyat, serta segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping kedua sumber hukum diatas, peraturan mengenai hak asasi manusia sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk undang-undang yang mengesahkan berbagai konvensi internasional, mengenai hak asasi manusia. Namun untuk memayungi peraturan perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.
Dasar pemikiran pembentukan undang-undang ini adalah sebagai berikut:
a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dan segala isinya.
b. Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya;
c. Untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan matabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
d. Karena manusia merupakan mahluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;
e. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapa pun dan dalam keadaan apa pun;
f. Setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar;
g. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.
Dalam Undang-undang ini, peraturan mengenai hak asasi manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Hak-Hak Anak, dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang ini secara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup dan untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan beragama. Selain mengatur hak asasi manusia, diatur pula mengenai keajiban dasar, serta tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam penegakan hak asasi manusia.
Disamping itu, Undang-undang ini mengatur mengenai Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai lembaga mandiri yang mempunyai fungsi,tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan penelitian, pengkajian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsungatas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.






Sembiring, Sentosa. “Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Hak Asasi Manusia”, CV. Nuansa Aulia: 2006.

UUD 1945 Pasal 28 G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pada tahun 1215 penandatanganan Magna Charta dianggap sebagai perlindungan hak asasi manusia yang pertama, dalam kenyataanya isinya hanya memuat perlindungan hak kaum bangsawan dan kaum Gerejani sehingga Magna Charta bukan merupakan awal dari sejarah hak-hak asasi manusia.
Pada abad 18 perkembangan sejarah perlindungan hak-hak asasi manusia cukup pesat seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Perjuangan rakyat di Negara- negara tersebut sangan luar biasa dalam menghadapi kesewenang-wenangan para penguasanya.
Pertumbuhan ajaran demokrasi menjadikan sejarah perlindungan hak asasi manusia memiliki kaitan erat dengan usaha pembentukan tatanan Negara hukum yang demokratis. Pembatasan kekuasaan para penguasa dalam undang-undang termasuk konstitusi, Pemimpin suatu Negara harus melindungi hak yang melekat secara kodrati pada individu yang menjadi rakyatnya.
Konvensi yang di tanda tangani oleh lima belas Dewan anggota Eropa di Roma, pada tanggal 4 Nopember 1950, mengakui pernyataan umum hak-hak asasi manusia yang diproklamasikan Sidang Umum PBB 10 Desember 1948, konvensi tersebut berisi antara lain, pertama hak setiap orang atas hidup dilindungi oleh undang-undang, kedua menghilangkan hak hidup orang tak bertentangan, dan ketiga hak setiap orang untuk tidak dikenakan siksaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan atau merendahkan martabat manusia.
Menurut Myres Mc Dougal, yang mengembangkn suatu pendekatan tehadap hak asasi manusia yang sarat nilai dan berorientasi pada kebijakan, berdasarkan pada nilai luhur perlindungan terhdap martabat manusia. Tuntutan pemenuhan hak asasi manusia berasal dari pertukaran nilai-nilai intenasional yang luas dasarnya. Nilai-nilai ini dimanifestasikan oleh tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan social, seperti rasa hormat, kekuasaan pencerahan, kesejahteraan, kesehatan, keterampilan, kasih sayang dan kejujuran. Semua nilai ini bersama-sama mendukung dan disahkan oleh, nilai luhur martabat manusia.
Menurut piagam PBB pasal 68 pada tahun 1946 telah terbentuk Komisi Hak-hak Manusia ( Commission on Human Rights ) beranggota 18 orang. Komisi inilah yang pada akhirnya menghasilkan sebuah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia
( Universal Declaration of Human Rights ) yang dinyatakan diterima baik oleh sidang Umum PBB di Paris pada tanggal 10 Desember 1948.
Sedangkan di Indonesia Hak – hak Asasi Manusia, tercantum dalam UUD 45 yang tertuang dalam pembukaan, pasal-pasal dan penjelasan, Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Sebagai konsekuensinya penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan peri keadilan.
Kesadaran dunia international untuk melahirkan DEklarasi Universal tahun 1948 di Paris, yang memuat salah satu tujuannya adalah menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahaswa atau agama (pasal 1). Pasal tersebut diperkuat oleh ketetapan bunyi pasal 55 dan pasal 56 tentang kerja sama Ekonomi dan Sosial International, yang mengakui hak-hak universal HAM dan ikrar bersama-sama Negara-negara anggota untuk kerja sama dengan PBB untuk tujuan tersebut. Organ-organ PBB yang lebih banyak berkiprah dalam memperjuangkan HAM di antaranya yang menonjol adalah Majelis Umum, Dewan ECOSOC, CHR, Komisi tentang Status Wanita, UNESCO dan ILO.
Hak Asasi Manusia merupakan suatu bentuk dari hikum alami bagi umat manusia, yakni terdapanya sejulah aturan yang dapat mendisiplinkan dan menilai tingkah laku kita. Konsep ini disarikan dari berbagai ideology dan filsafat, ajaran agama dan pandangan dunia, dan terlambang dengan negara-negara itu dalam suatu kode perilaku internasional. Dengan demikian, konsep hak asasi tidak lain adalah komitmen bangas-bangsa di dunia tentang pentingnya penghormatan terhadap sesamanya. Doktrin hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap hokum dan masyarkat internasional. Pengaruh tersebut secara khusus tampak dalam bidang :
1. Prinsip resiprositas versus tuntutan-tuntutan masyarkat,
2. Rakyat dan individu sebagai warga masyarakat internasional
3. Hak-hak asasi manusia dan hak asasi orang asing.
4. Teknik menciptakan standar hukum internasional.
5. Pengawasan internasional,
6. Pertanggungjawaban internasional, dan
7. Hukum perang.
Dalam perkembangannya hak hak asasi manuia diperlambat oleh sejumlah kekuatan yang menentangnya. Diantara kekuatan-kekuatan tersebut rezim pemerintahan yang otoriter dan struktur pemerintahan yang sewenang-wenang dan serba mencakup merupakan kekuatan penentang yang paling besar pengaruhnya terhadap laju perkembangan perlindungan hak-hak asasi manusia. Terdapat tiga masalah yang menghambat perkembangan hak-hak asasi manusia, yaitu :
1. Negara menjadi penjamin penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
2. Kedua merupakan bagian dari tatanan Negara modern yang sentrlistik dan birokratis.
3. Merujuk pada sejarah khas bangsa-bangsa barat, sosialis dan Negara-negar dunia ketiga.

UUD 1945 Pasal 28 E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Untuk mewujudkan msyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan dalam segala bidang yang pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Dengan hakikat pembangunan sebagaimana tersebut diatas, maka pembangunan merupakan pengamalan pancsila.
Dengan pengertian mengenai hakikat pembangunan tersebut, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif seluruh laisan masyarakat warga negara Republik Indonesia. Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan pancasila, maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan bangsa indonesia terhadap pancasila.
Masalah keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatunya ditumbuhkan, mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran tersebutsekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi pada pembangunan nasional.
Dalam rangka inilah letak pentingnya peranan Organisasi Kemasyarakatan, sehingga pengaturan serta pembinaannya perlu diarahkan kepada pencapaian dua sasaran pokok, yaitu:
1. terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mampu memberikan pendidikan kepada masyarakat warga Negara Republik Indonesia ke arah:
a. makin mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusia dan masyarakat indonesia untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan nasional;
2. terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiridan mampu berperan secara bedaya guna sebagai sarana untuk berserikat dan berorganisasi bagi masyarakat Warga Negara Republik Indonesiaguna menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional, yang sekaligus merupakan penjabaran pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;
Oleh karena pembangunan merupakan pengamalan pancasila, dan tujuan serta subjeknya adalah manusia dan seluruh masyarakat warga negara Republik Indonesia yang ber-Pancasila, maka adalah wajar bilamana Organisasi Kemasyarakatan juga menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangka pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat Pancasila.
Dalam Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber inspirasi dan motivasi bagi para pemeluknya, dan mendapat tempat yang sangat terhormat.
Penetapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah beratri Pancasila akan menggantikan agama, dan agama tidak mungkin dipancasilakan; antara keduanya tidak ada pertantangan nilai. Organisasi Kemasyarakatan yang dibentuk atas dasar kesamaan agama menetapkan tujuannya dan menjabarkan program masing-masing sesuai dengan sifat kekhususannya, dan dengan semakin meningkat dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan kemasyarakatan.
Undang-undang ini tidak mengatur peribadatan,yang merupakan perwujudan kegiatan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya.
Dengan Organisasi Kemasyarakatan yang berasaskan Pancasila, yang mampu meningkatkan keikutsertaan secara aktif manusia dan seluruh masyarakat indosesia dalam pembangunan indonesia dalam pembangunan nasional, maka perwujudan tujuan nasional dapat dipercepat.

UUD 1945 Pasal 28 C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

A. Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan ko-mersil.

Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization) – badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak kekayaan intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu:

1. Hak Kekayaan Industri

Kategori ini mencakup penemu-an (paten), merek, desain indus-tri, dan indikasi geografis. Dari sumber situs WTO, masih ada hak kekayaan intelektual lainnya yang termasuk dalam kategori ini yaitu rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.

2. Hak Cipta

Hak Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas.

Karya-karya yang dicakup oleh Hak Cipta termasuk: karya-karya literatur seperti novel, puisi, karya pertunjukan, karta-karya referensi, koran dan program komputer, data-base, film, komposisi musik, dan koreografi, sedangkan karya artistik seperti lukisan, gambar, fotografi dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknis.

Kategori ini mencakup karya-karya literatur dan artistik seperti novel, puisi, karya panggung, film, musik, gambar, lukisan, fotografi dan patung, serta desain arsitektur. Hak yang berhubungan dengan hak cipta termasuk artis-artis yang beraksi dalam sebuah pertunjukan, produser fonogram dalam rekamannya, dan penyiar-penyiar di program radio dan televisi.

3. Paten

Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru.

Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasa-nya 20 tahun. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta.

4. Merek

Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifi-kasi suatu barang atau jasa sebagai-mana barang atau jasa tersebut dipro-duksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.

5. Desain Industri

Desain industri adalah aspek ornamental atau estetis pada sebuah benda. Desain tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti bentuk atau permukaan benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau warna.

Desain industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah lainnya; dari peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan struktur arsitektural; dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan.

Agar terlindungi oleh hukum nasional, desain industri harus terlihat kasat mata. Hal ini berarti desain in-dustri pada prinsipnya merupakan suatu aspek estetis yang alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda yang diaplikasikan.

6. Indikasi Geografis

Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada ba-rang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfung-sinya suatu tanda sebagai
indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen.

7. Rahasia Dagang

Rahasia dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya yang memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia praktek komersial. Namun langkah-langkah yang rasional harus ditempuh sebe-lumnya untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia tersebut. Pengujian terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah sebagai langkah memperoleh
persetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau perta-nian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurang-an perdagangan.

8. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat ber-bagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta di-bentuk secara terpadu di dalam sebu-ah bahan semi-konduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elekronik.

Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.

B. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dalam Perdagangan Internasional

Pemikiran dan pengetahuan me-rupakan bagian penting dari perda-gangan sebab buah pemikiran dan pengetahuan tersebut dapat menghasilkan suatu ciptaan yang diperdagangkan. Oleh sebab itu, hak kekayaan intelektual menyentuh juga aspek industri dan perdagangan. Sebagian besar dari nilai yang dikandung oleh jenis obat-obatan baru dan produk-produk berteknologi tinggi berada pada banyaknya penemuan, inovasi, riset, desain dan pengetesan yang dilakukan. Film-film, rekaman musik, buku-buku dan piranti lunak komputer serta jasa online dibeli dan dijual karena informasi dan krea-tivitas yang terkandung, biasanya bukan karena plastik, metal atau kertas yang digunakan untuk membuatnya. Produk-produk yang semula diperda-gangkan sebagai barang-barang berteknologi rendah kini mengandung nilai penemuan dan desain yang lebih tinggi sehingga meningkatkan nilai jual produk-produk tersebut.

Dalam hal penciptaan atas produk-produk tersebut, pencipta dapat diberikan hak untuk mencegah pihak lain memakai penemuan mereka, desain atau karya lainnya dan pencipta dapat menggunakan hak tersebut un-tuk menegosiasikan pembayaran sebagai ganti atas penggunaan hasil ciptaannya itu oleh pihak lain. Inilah yang dimaksud dengan ”hak kekaya-an intelektual”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kekayaan in-telektual ini bentuknya bisa beragam, seperti buku-buku, lukisan dan film-film di bawah hak cipta; penemuan dapat dipatenkan; merek dan logo produk dapat didaftarkan sebagai merek; dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, perlindungan serta penerapan atas hak kekayaan intelektual ini bervariasi di seluruh dunia. Sebagaimana kesadaran akan pentingnya HKI dalam perdagangan semakin tinggi, maka perbedaan-perbedaan antar berbagai pi-hak di dunia menjadi sumber perde-batan dalam hubungan ekonomi internasional. Adanya suatu peraturan perdagangan internasional yang dise-pakati atas HKI dipandang sebagai cara untuk menertibkan dan menjaga konsistensi serta mengupayakan agar perselisihan dapat diselesaikan secara lebih sistematis.

Menyadari HKI sebagai faktor penting dalam perdagangan interna-sional, maka dalam kerangka sistem perdagangan multilateral, kesepakat-an mengenai HKI (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPS) dinegosiasi-kan untuk pertama kalinya dalam pe-rundingan WTO, yaitu Uruguay Round pada tahun 1986-1994.

Uruguay Round berhasil membu-ahkan kesepakatan TRIPS Agreement sebagai suatu jalan untuk memper-sempit perbedaan yang ada atas perlindungan HKI di dunia dan menaunginya dalam sebuah peraturan internasional. TRIPS Agreement menetapkan tingkat minimum atas perlindungan HKI yang dapat dijaminkan terhadap seluruh anggota WTO. Hal yang penting adalah ketika ter-jadi perselisihan perdagangan yang terkait dengan HKI, maka sistem penyelesaian persengketaan WTO kini tersedia.

Kesepakatan TRIPS ini meliputi 5 (lima) hal, yaitu:

1. Penerapan prinsip-prinsip dasar atas sistem perdagangan dan hak kekayaan intelektual

2. Perlindungan yang layak atas hak kekayaan intelektual

3. Bagaimana negara-negara harus menegakkan hak kekayaan inte-lektual sebaik-baiknya dalam wilayahnya sendiri

4. Penyelesaian perselisihan atas hak kekayaan intelektual antara negara-negara anggota WTO

5. Kesepakatan atas transisi khusus selama periode saat suatu sistem baru diperkenalkan

Perjanjian TRIPS yang berlaku sejak 1 Januari 1995 ini merupakan perjanjian multilateral yang paling komprehensif mengenai HKI. TRIPS ini sebetulnya merupakan perjanjian dengan standar minimum yang memungkinkan negara anggota WTO untuk menyediakan perlindungan yang lebih luas terhadap HKI. Negara-negara Anggota dibebaskan un-tuk menentukan metode yang paling memungkinkan untuk menjalankan ketetapan TRIPS ke dalam suatu sistem legal di negaranya.

Salah satu isu dalam HKI yang menarik untuk dibahas adalah pemalsuan. Pemalsuan merupakan masalah yang sedang berkembang yang men-ciptakan ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional. Oleh karena itu, perjanjian TRIPS juga mencakup penerapan prinsip-prinsip dasar GATT dan perjanjian-perjanjian internasional yang relevan dengan masalah HKI, termasuk pemalsuan.

Perjanjian TRIPS mengharuskan Anggota WTO untuk melakukan notifikasi kepada Dewan TRIPS. Notifikasi ini merupakan fasilitasi bagi Dewan TRIPS untuk memonitor implementasi Perjanjian dan wadah yang mendukung transparansi negara anggota menyangkut kebijakan atas perlindungan HKI. Selain itu, negara anggota yang akan memanfaatkan beberapa ketentuan yang tercakup dalam Perjanjian dan berhubungan dengan kewajiban harus memberikan notifikasi kepada Konsul. Konsul telah menetapkan prosedur dan arahan mengenai notifikasi. Sebagai tambahan, negara anggota juga telah setuju untuk melakukan notifikasi atas hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian.

UUD 1945 Pasal 28 H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Kebebasan warga negara tercermin pada pemenuhan hak-haknya, berikut pengembaliannya. Namun, telah lama pengabaian hak-hak warga negara terpampang tanpa malu-malu dalam pola relasi negara dan rakyat hampir di semua aspek. Pengabaian hak oleh negara memang tidak bisa di pandang hanya sebagai terminologi dan wilayah politik, sebagaimana dalam kegiatan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah, serta musyawarah rencana pembanguan daerah. Pengabaian justru secara kentara terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dalam lokus administratif dan manajerial yang kerap kali dilakukan oleh aparatur negara yang notabene merupakan tangan pemerintah. Namua, melalui partisifasi politik yang tidak berkualitaslah di kemudian hari maladministasi dan kelalaian manajerial itu terjadi.

Pola-pola
Jika berbagai kasus yang ada ditelaah, pengabaian hak-hak ini memiliki pola yang bervariasi antara pola berhadapan dimuka (face of face model), pola kamuflase (camouflase model), serta pola parsial (partial model). Perbedaan ini secara signifikan di identifikasi berdasarkan corak perlakuan pemberi layanan terhadap penerimanya.
Perilaku pengabaian diatas merupakan hambatan dalam pencapaian konsolidasi dimensi politik. Jika kita sepakat bahwa kegiatan demokrasi prosedural merupakan langkah sementara untuk kemudian mencapai demokrasi substansial-suatu kondisi hak-hak politik warga negara terlindungi dan kesejahteraan diorientasikan pada kesejahteraan mereka, perbaikan demokrasi prosedural menjadi mutlak untuk diwujudkan. Sebuah keadaan yang demokrasi terkonsolidasi ditunjukan dari kredibilitas demokrasipada benak sebagian besar warganegara sebagai satu jalan utama bagi perbaikan sekaligus pengembangan kehidupan politik mereka hingga akhirnya berimplikasi pada taraf ekonominya.


Cacat
Kecacatan administratif terdapat pada semua pola diatas. Tanpa bermaksud mengabaikan aspek lain, merupakan langkah jitu untuk mengambil bagian dalam identifikasi akar masalah dan mengambil jalan keluar menurut aspek yang mendominasinya. Pengenaan serangkaian biaya sekolah, sebagai contoh pola pengabaian berhadapan dimuka, marak terjadi ketika sejumlah kondisi yang menguntungkannya terjadi: liberalisasi sektor pendidikan, bahkan sebelum RUU Badan Hukum Pendidikan disahkan, menjadi tren penyelenggaraan pendidikan dasar,menengah dan tinggi; pengawasan lembaga ombudsman yang lemah; manipulasi curang atas keterlibatan orang tua siswa dalam lembaga komite sekolah; kritisme siswa dan orang tua yang rendah; hingga kolusi antara pengelola sekolah dengan oknum pemerintah dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Dapat dilihat disini bahwa penyimpangan terjadi ketika terdapat celah-celah kelembagaan yang kemudian dimanfaatkan rent-seeker dan itu kental kecacatan administratifnya.

Penelitian lebih lanjut mengenai ketiga pola pengabaian hak-hak warga negara akan sampai pada kesimpulan bahwa ketiganya berada pada satu garis kontinum tingkat kepedulian warga negara itu sendiri. Pola pengabaian berhadapan dimuka terjadi ketika warga negara sebagai penerima jasa tidak menyadari atau tidak mengerti hak-hak yang dimilikinya, ketiadaan saluran pengaduan yang memadai dan responsif dengan mekanisme umpan balik, bahkan ketika iklim penyelenggaraan negara diliputi rezim diktator-otoriter. Beranjak pada tahap kedua, pola pengabaian kamuflase terjadi ketika warga negara telah mencapai kondisi lebih baik dengan mengetahui dan memahami hak-haknya tetapi tidak atau kurang diimbangi dengan saluran pengaduan yang memahami. Kecukupan kapasitas saluran pengaduan itu diukur dari konsekuensi tindak lanjut berupa kapasitas rentang waktu tindak lanjut, pemberian tanggapan/jawaban, tindakan solutif nyata komplain yang masuk sebagai kompensasi atau pemulihan hak. Tahap terakhir tercapai ketika sebagian warga negara telah sangat menyadari dan memahami hak-haknya sekailgus menjadikan gugatan dan komplain sebagai jalan perlindungan hak-haknya tersebut. Satu-satunya reaksi rezim atas fenomena ini adalah memberikan jawaban sementara berupa lembaga dengan fungsi terfokus tetapi miskin kewenangan independen untuk memulihkan situasi. Namun, jika persoalan telah akut dan opini telah mengarah pada identifikasi musuh bersama, juga alasan lain bermuatan keuntungan strategis, penguatan mekanisme dan pembentuka lembaga superpower pun tak pelak dilaksanakan. Pada prakteknya disinilah perbedaan antara KON dan KPK. KON yang lebih awal dibentuk lebih banyak didasarkan atas upaya rezim memberikan jawaban pemuas atas tuntutan perbaikan perbaikan publik dibarengi dengan fokus elit dan massa yang masih belum tertuju pada aspek pelayanan publik yang notabene syarat nuansa administratifnya. Adapun agenda pemberantasan korupsi, meskipun melahirkan KPK telat setelah KON, telah lama digaungkan dan menemukan momentum spektakulernya dalam pergantian rezim pada tahun 1998. Selain berkonstribusi atas pemulihan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan menjadi bahan “jualan” kampanye partai politik, pemberantasan korupsi cenderung mengembailkan uang negara.

Garis kontinum pola pengabaian tersebut menyiratkan satu faktor penting bagi pengembaian dan perlindungan hak warga negara, yakni modal sosial berupa masyarakat yang terdidik dengan baik dan memiliki akses informasi yang memadai. Inilah akar masalah dalam perlindungan hak warga negaradan pencapaian konsolidasi demokrasi. Dengan administrasi sebagai aspek dominan dalam persoalan ini, revitalisasinya bisa menjadi pengungkit (leverage) pemecahan masalah.

UNDANG – UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB XA
HAK ASASI MANUSIA

PASAL 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.